Menjadi bagian dari kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) merupakan mimpi dari ratusan ribu anak. Mereka berjuang dengan cara masing-masing untuk dapat menyenyam pendidikan di kampus kedinasan ini. Sampai akhirnya, bagi sekitar 3-5% pendaftar, mimpi-mimpi itu benar-benar menjadi nyata.
Setelah berjuang untuk lolos USM,
kami, mahasiswa STAN, harus berjuang lagi untuk minimal sekadar bertahan kuliah
di kampus ini. Sekadar bertahan disini selama 1 atau 3 tahun tidaklah mudah,
tapi juga tidak sesulit yang dibayangkan, asal kamu nurut, tidak males banget atau
tidak bodoh banget. Tapi meskipun begitu, tiap tahun ada puluhan kompatriot
kami yang mesti angkat kaki karena melanggar peraturan disiplin lah
(kebanyakan), nilai tidak mencukupi standar lah, atau sekadar ga cocok jurusan.
Anggap saja, tantangan IP tersebut sebagai bumbu yang akan menemani 1 atau 3
tahun perjuangan.
Meski STAN identik dengan akuntansi,
tapi disini kebanyakan asalnya dari SMA IPA. Tentu bagi mereka yang sama sekali
buta dengan akuntansi, perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan pola pikir
ilmu-ilmu sosial. Ada yang lanyah, cepet banget ngerti, yang sudah belajar
siang malam tapi ga ngerti ngerti, juga ada. Ngerti dan ga ngerti cuma masalah
waktu, asal kita mau berkompromi dengan waktu tersebut, semua masih under
control.
Teman-teman kami disini beragam.
Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Bagi saya pribadi yang pernah
kuliah di PTN sebelum pindah ke STAN, kampus ini jauh lebih heterogen dibanding
kampus lama saya. Tentu saja, banyak hal yang secara tidak langsung kami pelajari
dari mereka. Mulai dari bahasa, budaya sampai perilaku khas daerah atau
umpatan-umpatan khas daerah.
Seringkali kampus STAN dipandang
masyarakat sebagai kampus pencetak koruptor, hanya karena sebagian kecil oknum
alumni yang tersangkut kasus korupsi. Cemoohan dan sindiran tak jarang menjadi
sebuah pil pahit yang harus kami telan ketika berkumpul dengan tetangga atau
teman SMA. Tapi percayalah, di kampus ini sangat zero tolerance terhadap
kecurangan atau ketidakjujuraan. Misalnya apabila kamu ketahuan contekkan
ketika ujian, maka konsekuensinya adalah DO di tempat (namamu masuk berita
acara dan otomatis dapet E).
Setelah lulus kami akan mencar ke
berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke, mulai dari
daerah dengan sinyal 4G sampai daerah tak bersinyal sama sekali, mulai dari
dekat bandara sampai daerah yang mesti ganti-ganti naik pesawat-bis-perahu-ojek
sampai congkrak (kendaraan apa adanya) agar sampai kantor penempatan. Moment
moment pertama ketika kami bekerja di Instansi Pemerintah dari naik pesawat,
berangkat sendiri ke kota yang tak pernah disinggahi layaknya lelaki sejati,
menerima gaji pertama, merupakan moment yang sulit untuk dilupakan. We are
proud to be part of STANers!
0 komentar:
Posting Komentar